Cerita Sedih : Antara Jodoh dan Maut

 

By Pixabay

Jujur, saya sedih. Teman saya ada yang baru meninggal dunia. Entahlah, saya merasa punya banyak salah ke dia, dan belum sempat minta maaf,  malah dia sudah pergi untuk selama lamanya. 


Jangan tanya ini covid atau bukan,  saya juga tak tahu, karena dia hanya sakit dan diinfus dirumah selama 2 sampai 3 hari lalu sembuh dan bisa jalan jalan di sekitaran rumah seperti sedia kala. Beberapa hari kemudian,  di suatu malam,  penyakitnya kumat dan langsung tiada. Katanya cuma demam. Ada yang bilang dia habis di vaksin. Saya gak paham. Yang saya tahu,  beberapa hari lalu ia mengeluh kepadaku terkait lidahnya yang terasa pahit dan tak enak dipakai makan. 


Saya menyesal tak menanyainya lebih lanjut, tak mengabarkan kondisinya lagi padahal berkali kali dia bikin status tentang kondisinya. Saya berasa jahat karena tak sempat menjenguknya. Maafkan aku teman. 


Entah ini salah/dosa atau tidak, karena saya hendak bercerita tentangnya di blog ini. Saya hanya ingin melepaskan rasa bersalahku padanya lewat tulisanku ini. Agar jika di alam sana ia masih bisa melihatku, dia tahu bahwa diam diam aku meneteskan air mata jika ingat dia. Aku masih mengingatnya, dan ingin menyematkannya di blog ini. 


==

2017 akhir saya menjabat profesi sekdes ini, dan di tahun 2018 saya baru tahu dia. Iya, saya hanya tahu, tidak kenal lebih. Yang kutahu dia anggota karang taruna di desaku. 


Tak pernah bersapa sama sekali, karena setiap butuh koordinasi dengan karang taruna, saya hanya menghubungi ketua karang tarunanya. 


Baru di tahun 2020 lebih tepatnya, dimasa pilkades, kami lumayan intens berkomunikasi karena kerabatnya nyalon sebagai kades sementara saya waktu itu menjabat sebagai ketua panitia pilkades. 


Awal tahun 2021, pure kami berkomunikasi layaknya teman. Karena tidak sedang menggarap proyek apapun, pilkades maupun karang taruna. 


Beberapa malam, kita lewati dengan saling chat. Saling berkabar. Merencanakan makan dan jalan berdua. Bukan pacaran, kita hanya teman yang sama sama gabut. 


Sampai pada suatu momen, pembicaraan kami mengarah pada bahasan pernikahan. Iya, kita sama sama single dan punya niatan untuk menikah. Tapi naasnya kata orang tuaku, keluargaku dan keluarganya masih kerabat, jadi kami tak bisa bersatu. 


Serasa tak percaya, dia kroscek ke keluarganya dan ngeyel kalau kita kerabat jauh jadi bisa menikah. Sementara ortuku terlalu takut ambil resiko dan memilih untuk tak menyetujui niatan baik kami. 


Okelah. 


Saya nurut ortu saya. Karena saya menginginkan di hari pernikahan saya, bukan saya saja yang bahagia melainkan orang tua saya juga. Restu mereka adalah kunci bahagia saya. Itu mutlak !  Tidak ada di kamus saya kawin lari. Jadi saya mundur, memilih mengakhiri niatan baik kami. 


Btw, Kami sempat keluar bareng untuk sekedar makan. Hanya makan bareng dan tak lebih. Tapi beberapa waktu kemudian dia mengungkit hubungan ini lagi. Bukan satu dua kali dia mengungkitnya, berkali kali. Dan berkali kali pula saya hanya menjelaskan kalau kita saudara yang tak boleh menikah secara adat jawa. 


Alhamdulillah nya ia masih mau berteman baik meski kami tak bisa menikah. 


Oiya setelah dia curhat dan mengeluh perihal lidahnya yang pahit, dia juga sering bikin status wa yang berisi kondisi kesehatannya. Saya tak pernah mengomentari satupun statusnya, hanya kubaca saja. Dalam hati sebenarnya pingin banget memberinya semangat agar ia kembali sehat, tapi saya takut dikira php. Saya memilih menahan jari jemari saya untuk tidak mengiriminya pesan. Sampai akhirnya itu yang menjadi alasan penyesalan saya saat ini. Tidak sempet hadir di sisa akhir hidupnya. 


Saya nulis ini sambil meneteskan air mata berkali kali. Jika ditanya kenapa saya menangis, jujur saya tidak tahu. Saya hanya sedih saja. Saya kasihan sama kedua orang tuanya, yang kini kesepian karena ditinggal dia. Btw dia anak tunggal. Jadi bisa dibayangin sesedih apa ortunya. Tadi sewaktu jenazahnya diberangkatkan, isakan tangis keluarganya pecah. Saya yang ikut takziah berkali kali harus menahan air mata agar tidak ikutan pecah disana. 


(Saya takut ketahuan woiyy, malu kalau sampai diinterogasi sama wargaku, kenapa bu sek alay gini, sampai sampai ikutan nangisin warganya yang meninggal dunia. Haha)


Dimasa masa anaknya harusnya menikah. Justru maut yang memanggilnya duluan. Yang harusnya mengundang banyak warga untuk hajatan nikahan anaknya,  malah pemakaman anaknya. Gimana gak nyesek cobak ! 


Semisteri itukah hidup ?? 

Yang kita nantikan jodoh,  justru maut yang datang menyapa duluan. 


Sekarang, Saya jadi paham. Kenapa islam sangat menganjurkan kita, terutama yang single untuk selalu berbenah diri. Karena datangnya maut dan jodoh itu samar samar. Tak ada yang tau mana yang duluan menyapa. 


Yang jelas jika kita memperbaiki diri, itu tidak akan pernah sia sia, melainkan akan jadi amal kita di akhirat kelak. 


Btw selamat jalan kawan, semoga tenang disana. Maafkan aku yang sudah jahat sama kamu. Maaf beribu ribu maaf.


Btw juga, sekarang saya jadi kepikiran, hp dia sekarang dibawa siapa ya. Chat ku sama dia sudah dihapusi belum ya, saya takut perbincangan kami di wa dibaca dan diketahui orang lain. Haha Astagfirullah diriku, ditengah kondisi berduka masih sempet sempetnya mikirin hpnya dia.


Comments

  1. Mantap tulisannya sista.
    Teruslah mengaksara.

    ReplyDelete
  2. 2020-2021, rasanya kayak hidup di alam mimpi. Temen, sodara, beberapa hari lalu masih bisa kontak, tau2, hanya hitungan hari meninggal. Kita yg denger kayak ga percaya :(.

    Awalnya cuma 1 orang, tapi makin kesini, yg meninggal mendadak, dan semakin mendekati kluarga sendiri makin banyak. Aku jujur jadi makin pasrah mba. Rasanya cuma bisa ikhtiar aja, tapi ya sudahlaah, serahin sisanya ke Allah. Di moment ini kayak baru sadar kalo maut ga akan bilang2 kapan mau datang. Pertanyaannya tinggal, amal kebaikan udah banyak ATO belum :(.

    ReplyDelete

Post a Comment

Mau baca yang ini gak?