Hari Bersejarah, 15 Agustus 2016


Hai-hai naners…

Duhhh, sudah lama banget ya, aku meninggalkanmu dalam perantauan.
Bianita,

Akhir-akhir ini aku terlampau sibuk untuk mengurus skripsiku sehingga menyapa kalian menjadi prioritas yang n0.urutannya kesekian kali. Prioritas pertama adalah untuk skripsi, skripsi, dan skripsi. Seolah skripsi telah menjadi segalanya bagiku. Ceileh..

Well, namun kini aku telah sidang skripsi sehingga waktuku telah kembali normal, dan aku bisa menyapa kalian seperti hari-hari biasanya.

Memang benar, jikalau sudah sidang skripsi, itu rasanya benar-benar melegakan.
Gak nyangka, karena ternyata  gak se-mainstream, se-menyeramkan maupun se-menakutkan seperti yang kubayangkan. Bu Suharti, Pak Eli, dan juga Bu Evi tercinta berubah jadi baik banget ketika di ruang sidang.

Namun hal yang berbeda terjadi saat aku sedang presentasi skripsiku. Sumpah! Aku berasa diacuhkan. Aku bak menjelaskan pada dinding, langit-langit atap, dan jendela akibat mereka (para bapak ibu dosen penguji) sibuk membolak-balikkan draft skripsiku. Mereka tak peduli pada mulutku yang terus komat-kamit menjelaskan materi skripsi. Hanya sesekali, dosen  pembimbing II, alias Pak Eli, mengintip penjelaskanku. Namun, itupun tak ada satu menit, karena saat kulihat beliau malah memampang ekspresi wajah seolah aku tengah membacakan dongeng sebelum tidur untuk beliau. Aihhh berasa hiks-hiks.

Aku kehabisan ide untuk menarik perhatian dosen, maka kupercepat saja penjelasanku. Aku sudah tak perdulikan baik bagusnya presentasiku. Toh, meskipun aku menjelaskan hingga berbusa-busa, dinding, langit-langit atap, maupun jendela tak akan pernah paham. Dan entah, mungkin hanya beberapa menit saja, waktu yang kubutuhkan untuk menjelaskan semua materi skripsiku ini.

Nah, bagian cerita ini yang paling aku nanti-nantikan untuk kubagi dengan kalian, para naners.

Intinya setelah presentasi dan tanya jawab, maka akupun dipersilahkan untuk keluar sebentar, karena bapak ibu dosen hendak berunding, memutuskan apakah aku layak untuk diluluskan atau tidak.

Selanjutnya, aku disuruh masuk kedalam ruangan lagi. Nah bagian yang ini, yang paling banyak ceritanya, dan mungkin akan aku kenang, akan kubaca dan akan kuceritakan pada orang-orang yang mau mendengarkan ceritaku.
Aku tahu kalau dosbing I mulai mencoba menciptakan suasana penuh aroma drama, yang intinya, “You (Arlina), kamu tuh punya banyak coretan (kekurangan dalam skripsimu) sehingga untuk menentukan lulus itu harus penuh dengan pertimbangan”. Unfortunately, aku tak tertarik untuk ikut meresapi suasana tersebut. Pasalnya, kala sesi tanya jawab, aku mengamati dosbing II-ku, tak begitu banyak komentar sehingga aku yakin bin PeDe bahwa skripsiku tak terlalu buruk dimata dosbing II-ku. So that, di saat-saat seperti itu, aku masih bisa cengengas-cengengesan. Aahhahhaha.

Lanjut pas ditanyai oleh dosenku. “Loh Arlina butuh lulus ta?

Serentak aku jawab: “Iya Pak, butuh banget Bu & Pak”.

Ehh..Dosenku malah nambahin, “Mau ngapain kalau sudah lulus? Disini saja”
Hemm dalam hatiku: Ya, banyak-lah Pak, yang mau kulakuin. Yang jelas mengkayakan diri itu menjadi prioritas utama dan sifatnya wajib bin harus.

Hingga akhirnya, Dosbing I-ku mengumumkan: “Selamat Arlina, kamu lulus dengan suka cita”

Yeiii, Alhamdulillah, Terima Kasih Ya Allah.

Lanjut, pas ditanyain ada kata-kata terakhir yang ingin disampaikan.

Aku langsung berantusias untuk berpidato, mengutarakan segala unek-unek yang telah kupersiapkan sebelumnya. Nah, bagian yang ini menjadi giliranku untuk mendramatrisir suasana. Yang intinya:

“Untuk membayangkan aku bisa menjumpai hari yang sebesar ini, aku terlalu pesimis dan minder. Namun ternyata, Alhamdulillah, aku bisa melewati masa-masa sulit itu berkat rahmat dan karunia dari Alllah dan juga bantuan semua pihak sehingga aku bisa berdiri disini dengan gagah untuk memaparkan skripsiku”.

Ehh celetuk Dosbing 1-ku: “Duhh..Bahasanya kog bahasa blog banget”

Hhha??? Aku syok banget, kog Bu Evi bisa tahu kalau aku punya blog, OMG gawat.
Lanjut dosen pengujiku juga nambahin: “Ternyata ujian skripsi itu geletek cuma begini-gini saja kan?”.

Aku hanya bisa tersenyum kecut setelah mendapati usahaku untuk mencipatakan suasana penuh drama pada momen kelulusanku telah hancur lebur. Mood-ku untuk alay dalam mendramatisir keadaan seketika musnah.
Imbuh lagi, Dosbing I-ku mengatakan: “Bu, lain kali, ayo kepo blognya Arlina!”

Oh nooo,,

Dengan spontan, aku menjerit: “Jangannnnnn Bu..”

Mereka kaget dan bertanya: “Kenapa??”

Kata Dosen Pengujiku: “Kan kita perlu meluruskan materi-materi kimia yang kamu tulis di blogmu”

Aku menjawab: “Di blogku tidak ada unsur kimia-kimianya, Bu”.

“Lah terus diisi apa??”

“Gak ada apa-apanya Bu,,,” (padahal bo’ong banget, bilangnya gak ada apa-apanya, lah wong blognya penuh dengan rumpi-an bersama naners terkait siapapun dan everything yang pernah masuk dalam kehidupan Si Ibu Direktur Cantik alias Arlina Dwi Nur Isma)

Duhh sumpah! mengerikan banget kalau sampai blogku diintipin sama Dosenku, bisa-bisa aku mati kutu dibuatnya. Karena aku bakalan jadi trending topic di setiap perbincangan dosen-dosen kimia lain (may be,, bin,, naudzubillah).

Last, aku dapat nasehat yang bermafaat banget. Intinya aku dipuji kalau secara kepercayaan diri dan lisan sudah bagus cuma kamu perlu banyak baca agar apa yang aku omongkan itu berbobot gak cuma sekedar mungkin, mungkin dan mungkin. 
Memang sih, tadi pas aku jawab pertanyaan dosen, kebanyakan pakai kata mungkin, pasalnya aku takut jikalau jawabanku salah hehe. Lanjut dosenku, dampak positifnya jika aku mau banyak baca (mengutip dan merujuk dari fakta dan data-data yang ada) maka aku bisa menjadi lebih kece karena logika yang ditunjang dengan data akan memunculkan sebuah kesimpulan dengan kredibilitas tinggi (kemungkinan besar). 

Sebuah kesimpulan yang diawali dengan perkataan “kemungkinan besar” akan memiliki tingkat keakuratan sebesar 99% karena probabilitasnya untuk menjadi kenyataan besar, kurang lebih bobotnya setara dengan kalimat InsyaAllah.
ihirrrr

Ini dia foto bersama dua Dosbing kami after sidang skripsi

Comments

Mau baca yang ini gak?