Serada esmosi

Ini terkait curhatanku beberapa hari kemarin, yang sempat kuceritakan pada salah seorang teman pendengar curhatanku, karena sikap marah-marah yang kulakukan selama 2 hari berturut-turut.

Saya baru sadar kalau marah marah efeknya sangat buruk bagi tubuh. Dan kini Saya paham,  mengapa islam sangat melarang umatnya marah marah dan lebih menganjurkan untuk mengendalikan emosi (marah-marah) ketimbang mengumbarnya. Sedikit cerita, gara gara marah selama 2 hari setidaknya efek tubuhku berasa panas dalam.

Ceritanya gini,
Kala itu, Saya memberikan tugas tambahan kepada salah seorang teman kerja,  karena dari dulu kalau ada tugas di bidang tsb mesti dan selalu dia yang mengerjakan. Lha tapi kali ini, dia malah nolak tidak mau dibagi tugas.  Duhh rasanya pingin tak kriukkin.

Dia berucap dengan nada yang super serius, kalau dia mau ngambek tidak mau mengerjakan tugasnya, biar sekdes saja yang tanggung jawab. Lanjut lagi, katanya lagian kalau dia ngambek mengerjakan tugas, palingan yang kena marah juga sekdes.

Mendengar ucapan tersebut,  seketika saya emosi.
Saya memotong pembicaraannya. Dengan mengatakan "Piye Pak maksudmu? Lah geno to bate podo buroh e bloko. Koncone bento yo melok bento to"
(Yang artinya, mengapa harus pusing? Kalau temannya acuh (berlagak bodoh),  saya pun bisa berbuat demikian. Toh kita statusnya juga sama sama buruh)

Ya, saya sadar. Ucapan saya kali ini jahat dan tidak sopan. Tapi setidaknya, seketika itu juga dianya langsung speechless. Saya tak perduli bagaimana perasaannya, yang jelas agar dijadikan pelajaran olehnya bahwa ini tugas bersama, dan status kita sama.

Saya merasa sedikit lega setelah meluapkan emosiku, meski saya tahu merespon hal begitu-an dengan emosi adalah salah dan tak berguna.

Tapi mungkin ini juga akibat pengaruh pms. Makanya kala mendengar kata kata yang tidak pas di hati langsung pingin makan orang.

Okelah..
Makanya sekarang saya sedang mencoba mengontrol emosiku agar tak sering emosi-an (marahan). Prinsipku,  akan saya coba untuk mengatur tapi kalau toh memang akhirnya tak mau diatur kupasrahkan pada yang lebih berhak mengatur.
Pada bos yang lebih tinggi jabatannya dibanding aku.
Dan pada bos nya seluruh umat,  yakni Allah SWT.

Saya mah tidak mau berpikir lagi. Tidak mau ambil pusing lagi. Hidup bukan sekedar digunakan untuk pusing memikirkan kelakuan mereka.
Toh sudah sama sama dewasa, sama sama tahu dan paham tugas dan kewajibannya masing masing apa.






Comments

Mau baca yang ini gak?